Kamis, 22 April 2010

PENDAHULUAN

Para petani kita sejak dulu dan semasa pemerintahan Hindia Belanda telah memiliki kesadaran bahwa penggunaan “benih” yang baik atau bermutu akan sangat menunjang dalam peningkatan produknya, baik kualitas maupun kuantitas. Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi masalah karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan pengguna/petani.

Benih dari segi teknologi diartikan sebgai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi (Samsoed Sadjad, 1975). Benih memainkan peranan yang sangat penting karena digunakan untuk pertanaman saat ini akan menentukan mutu tegakan yang akan dihasilkan dimasa mendatang. Dengan menggunakan benih yang mempunyai kualitas fisik fisiologis dan genetic yang baik merupakan cara yang strategis untuk menghasilkan tegakan yang berkualitas pula.

Perkecambahan benih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruh perkecambahan benih, antara lain ;

1) Tingkat kemasakan benih

2) Ukuran benih

3) Dormansi

4) Penghambat perkecambahan

Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah ;

1) Air

2) Suhu

3) Oksigen

4) Cahaya

Faktor dormansi benih merupakan faktor yang paling sering mempengaruhi perkecambahan benih. Benih mengalami dormansi merupakan keadaan tidak aktifnya benih yang memiliki sifat sementara. Benih dorman tidak mau berkecambah meski berada pada tempat yang kondisi lingkunganya memenuhi syarat untuk berkecambah. Di alam, dormansi dipatahkan secara perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan yang khas. Tipe dari kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung pada tipe dormansi.

Jangka waktu rata-rata antara waktu panen sampai benih mampu berkecambah dalam keadaan normal sering disebut dengan periode dorman. Periode dorman dapat berlangsung musiman atau bahkan tahunan. Periode dorman dipengaruhi oleh jenis biji dan tipe dormansinya. Menurut E.H. ROBERTS dormansi benih terbagi menjadi tiga, yaitu ;

1) Dormansi primer (sebagai sifat keturunan)

2) Dormansi sekunder

3) Dormansi karena lingkungan


ISI

Keadaan dimana benih tidak dapat langsung berkecambah meski berada dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan untuk berkecambah disebut dormansi. Benih yang mengalami dormansi biasanya berlangsung beberapa hari, namun ada juga benih yang masa dormansinya sampai semusim atau bahkan tahunan. Lamanya waktu dormansi suatu benih biasanya dipengaruhi oleh jenis benih tersebut dan tipe dormansi yang dialami. Selama masa dormansi benih tidak akan mengalami pertumbuhan, benih harus melewati masa dormansinya terlebih dahulu untuk dapat tumbuh. Dengan adanya dormansi pada benih dapat diambil keuntungan secara biologis, yaitu beih dapt memanfaatkan masa dormansinya dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan sehingga tanaman masih tetap bisa menjalankan siklus pertumbuhannya dan tidak musnah.

Dormansi dapat disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam benih itu sendiri, hal ini diperkirakan karena embrio yang rudimeter, embrio yang dorman, kulit benih yang kedap terhadap air dan udara, atau kemungkinan adanya zat penghambat perkecambahan.

Dormansi memiliki beberapa tipe. Biasanya dormansi terbagi berdasarkan penyebab terjadinya dormansi tersebut. Dormansi dapat terletak pada kulit benih dan bagian dam benih.

a. Dormansi struktural (dormansi fisik)

Menurut Kartasapoetra, 2003 dalam “Teknologi Benih, Pengolahan Benih Dan Tuntunan Praktikum” Dormansi yang penyebabnya terletak pada kulit benih biasanya disebut dormansi struktural, dapat disebabkan oleh bebrapa hal, yaitu ;

1) Kulit benih kedap terhadap air atau oksigen

2) Terdapat zat penghambat

3) Terdapat resistensi mekanis

Kulit benih yang kedap air atau oksigen biasanya disebabkan karena kulit benih yang terlpau keras, tebal, terselimuti gabus atau lilin. Sedangkan untuk zat penghambat dapat berada disekitar kulit, di bagian-bagian dalam benih atau menempel pada kulit. Kulit benih yang terlalu keras dapt menyebabkan resitensi mekanis yang menyebabkan embrio sulit untuk menembus kulit dan tidak dapat keluar untuk berkecambah (tumbuh) sebagaimana mestinya. Dormansi yang penyebabnya berada di dalam benih terbagi lagi secara morfologis maupun secara fisiologis.

Sedangkan menurut Sutopo, 1998 dalam “Teknologi Benih” dormansi struktural disamakan dengan dormansi fisik yang menyebabkan pembatasan struktural terhadap perkecambahan, seperti ; kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis tehadap masuknya air atau gas pada beberapa jenis benih taaman. Dormansi struktural disebabkn oleh ;

1) Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Benih-benih yang menunjukan tipe dormansi ini sering disebut sebagai ‘Benih Keras’. Benih yag mengalami dormansi ini mengalami kesulitan dalam pengambilan air karena terhlang kulit biji yang strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal, terutama di permukaan paling luar dan bgian dalamnya mempunyai lapisan lilin dari bahan kutikula. Hal ini dapat ditemui padasejumlah famili tanman yangmemiliki kulit biji keras, yaitu Leguminosae, Malvaceae, Solanaceae dan Liliaceae.

2) Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio

Kulit biji yang terlalu kuat menyebabkan embrio terhalang untuk tumbuh sehingga benih ttap berada dalam keadaan dorman. Agar embrio dapat tumbuh maka kulit biji harus dihilangkan terlebih dahulu. Biasanya tejadi pada biji beberapa gulma, seperti Brassica sp, Amaranthus sp dan Alisma sp.

3) Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas

Suatu benih akan dapat berkecambah jika kulit biji dibuka atau bila tekanan oksigen disekitar benih ditambah. Kebutuhan oksigen sendiri di pengaruhi oleh temperatur. Biji sebelah atas membutuhkan oksigen lebih besar dibandingkan dengan biji sebelah bawah. Hadirnya zat penghambat pertumbuhan yang tidak dapat keluar karena kulit biji yang semi permeabel yang menjdi tidak aktif karena masuknya oksigen.

b. Dormansi bagian dalam benih

Disebabkan oleh sejumlah mekanisme, umumnya dapat juga disebabkan pengatur tumbuh baik penghambat maupun perangsang tumbuh, dapat juga disebabkab oleh faktor-faktor dalam seperti immaturity atau tingkat kemasakan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya.

1. Immaturity embryo

Perkembangan embrio pada beberapa jenis tanaman tidak secepat jaringan sekelilingnya, sehingga membuat perkecambahan benih perlu ditunda. Benih ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna. Tipe dormansi seperti ini biasanya ditemui pada golongan anggrek dan benih wortel.

2. After ripening

Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah ataau dikatakan membutuhkan jangka waktu ” After ripening”. After ripening dapat diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah.jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.

3. Dormansi sekunder

Benih-benih yang pada keadaan normal mampu berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu sehingga kemampuan untuk berkecambahnya menghilang. Dormansi sekunder timbul bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu, misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya ataupun sebaliknya yang akan mengakibatkan terjadinya dormansi.

4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio

Dormansi ini dibedakan berdasarkan keperluannya, yaitu keperluan akan cahaya dan chilling. Pada keperluan akan cahaya, banyak dari jenis benih tanaman diketahui peka terhadap cahaya. Respon benih terhadap cahaya ada yang bisa mempercepat dormansi (fotoblastik positif) dan yang menghambat perkecambahan benih (fotoblastik negatif). Sedangkan keperluan benih akan chilling lebih diasosiasikan dengan hadirnya zat-zat penghambat perkecanbahan pada embrio, diantaranya coumarin yang dapat menghambat kerja enzim-enzim yang penting dalam perkecambahan seperti α dan β amilase.

Dormansi dianggap tidak menguntungkan secara ekonomis, maka diperlukan cara-cara untuk bisa mematahkan atau mempersingkat dormansi. Beberapa cara yang telah diketahuhi diantaranya yaitu:

a. Perlakuan mekanis

Digunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air maupun gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji.

Skarifikasi yaitu dengan cara mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas empelas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Hal ini bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.

Tekanan yaitu dengan cara memberikan tekanan tertentu pada benih yang dorman. Misal pada benih sweet clover dengan tekanan hidraulik 2000 atm pada 18ºC selama 5-200%. Setelah benih-benih tersebut kering dan disimpan akan terlihat hasilnya karena terjadi perubahan permeabilitas kulit biji terhadap air.

b. Perlakuan kimiawi

Perlakuan secara kimia dilakukan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui air. Yang sering digunakan adalah pottasium hydroxid, asam hydro chlorite, pottasium nitrat, dan thiourea. Disamping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah sitokinin, giberelin, dan auksin contohnya IAA.

Contoh pemberian bahan kimia untuk memecahkan dormansi benih:

1. Benih sweet potato tanpa perlakuan akan berkecambah sangat lambat bahkan dapat gagal sama sekali. Persentase perkecambahan dapat ditingkatkan dengan merendambenih dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam.

2. Untuk memecahkan dormansi pada benih padi dapat digunakan HNO3 pekat, benih direndam selama 30 menit.

3. Pemberian giberelin pada benih terong dengan dosis 100-200 ppm dapat menghilangkan dormansi benih tersebut, terutama yang disebabkan oleh after riffening.

c. Perlakuan perendaman dengan air

Tujuannya untuk memudahkan penyerapan air oleh benih. Air dipanaskan sampai 180º-200ºF, benih dimasukkan dan dibiarkan sampai dingin.

d. Perlakuan dengan temperatur tertentu

1. Sratifikasi

Caranya dengan meletakkan benih pada temperatur yang cocok untuk perkecambahannya. Cara yang sering dipakai dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab. Selama sratifikasi benih akan mengalami perubahan yang menyebabkan hilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau terbentuk babhan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Setiap jenis tanaman membutuhkan stratifikasi yang berbeda.

Penggunaan temperatur tinggi jarang dilakukan untuk memecahkan dormansi benih, karena temperatur tinggi cenderung meningkatkan dormansi benih kecuali pada kelapa sawit.

2. Perlakuan dengan temperatur rendah dan tinggi

Temperatur rendah dan agak tinggi dapat memberikan efek untuk mengatasi dormansi benih. Tetapi temperatur eksrim dari perlakuan ini tidak boleh lebih dari 10º atau 20º C pada umumnya berada diatas titik beku.

e. Perlakuan dengan cahaya

Laju perkecambahan dipengaruhi oleh cahaya. Pengaruh cahay pada benih selain jumlah cahaya yang diterima dan intensitas cahaya serta panjang hari. Cahaya merah lebih efektif memecahkan dormansi pada benih selada sedangkan cahaya biru terutama cahaya infra merah menghambat perkecambahan. Pengaruh cahaya bertalian erat dengan pengaruh temperatur pada dan dengan bahan pengatur tumbuh yang menyebabkan pecahnya dormansi benih. Cahay dalam hal ini bekerja dalam mengatur beberapa senyawa yang peka terhadap senyawa lactone atau bereaksi dengan senyawa-senyawa tersebut.


KESIMPULAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar